Sabtu, 10 Maret 2012

02 Pemandangan Gelap Malam

Aku diteras kantor proyek pemberdayaan ekonomi nelayan di daerah korban becana tsunami. Tepatnya desa Labuhan Bakti, kecamatan Teupah selatan, kabupaten Simulue, propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Kantor itu mengadap sebuat teluk Labuhan Bakti. Untuk menuju teluk, kami menyebrang jalan aspal yang lebar 6 meter dan pekarangan rumah warga yang kurang lebih hanya 100 meter.

Suara ombak di teluk Labuhan Bakti terdengar dengan jelas sekali. Riak gelombang air laut yang berasal dari lautan lepas Samudera Hindia juga terlihat jelas. Perahu kayu yang melintas diteluk itu juga bisa dilihat dari teras kantor. Bahkan kami sudah mulai hafal perahu siapa yang melintas di teluk dan siapa yang membawanya. Itu karena saking dekatnya antara kantor kami dan teluk Labuhan Bakti.

Di sekitar rumah warga banyak pohon kelapa yang tumbuh menjulang tingi sekali. Kadang pemilik pohon tidak memanjat pohon untuk memetik kelapa. Tetapi mereka mengambil kelapa yang jatuh karena sudah terlalu tua. Jika ada tupai atau burung yang berada di pohon-pohon kelapa, kami bisa melihatnya.

Jika kita jauh memandang ke depan sana, maka yang nampak adalah kaki langit. Ia berhimpitan antara warna biru lautan dan dan warna biru langit yang menempel tidak terpisahkan. Dalam pandangan mataku, antara ujung lautan dan kaki langit tidak mau pisah dan mereka selalu menyatu dalam garis pandang yang memanjang.

Pagi, siang, sore dan malam kami berada di lingkungan desa Labuhan Bakti. Kami menyaksikan semua peristiwa yang ada di sebuah desa yang terkena dampak tsunami. Dan kami bersama nelayan warga desa melakukan kegiatan bersama dalam sebuah kelompok pemberdayaan ekonomi.

Pada suatu ketika dimana hari dan tanggal telah aku lupakan. Aku menikmati sebuat pemandangan yang jauh berbeda dari biasanya. Aku menyebutnya sebuah pemandangan gelap malam. Pada waktu itu aku merasakan pemandangan yang gelap sekali.

Sepontan dalam hati aku bertanya, "mengapa malam ini gelap sekali?" Dalam diam aku tetap duduk di teras depan kantor. Suhu malam itu lebih panas dari biasanya. Dan aku merasa nyaman duduk di bangku teras depan kantor.

Belum mendaptkan jawaban dari pertanyaan yang pertama, hatiku telah bertanya lagi, "Sebenarnya pemandangan gelap malam seperti ini untuk apa?" Aku masih tetap diam dan tatapan mataku semakin jauh menerawang.

Aku menangkap bayangan ujung-ujung daun kelapa yang bergoyang-goyang. Ia berayun-ayun mungkin di hembus angin malam yang datang dari darat menuju lautan. Pemandangan itu berbeda ketika aku melihat pohon-pohon kelapa di siang hari.

Di kejauhan aku juga melihat kilauan riak air di teluk Labuhan Bakti. Dalam gulita ternyata masih ada cahaya. Mungkin cahaya itu dipantulkan dari langit kebumu kita. Namun karena gelapnya pekat, warna berkilaunya riak gelombang air di teluk Labuhan Bakti berbeda dari biasanya.

Lama aku menatap ke atas sana. Pandangan mataku membentur langit yang gelap gulita. Sesekali aku tundukkan kepala. Namun sesekali aku menatap langit kembali. Dan untuk yang kesekian kali, aku melihat bintang. Cahaya sangat kecil dan sangat jauh jaraknya. Semula aku melihat hanya satu. Dan kemudian aku tak bisa menghitung berapa banyaknya bintang di atas sana.

Tanpa disadari aku mulai menemukan jawaban atas pertanyaanku sendiri. "Ternyata pemandangan gelap malam untuk menunjukan benda dan peristiwa yang tidak aku dapatkan ketika pemandangan itu terang benderang." Aku kembali diam.

Untuk sekian lama aku diam. Dan semakin jelas aku merasakan. "Inilah pemandangan gelap malam, yang memberi aku sebuah pengalaman. Begitulah alam menyampaikan pesan kepadaku, juga kepada semua yang mau tahu akan pesan dan pesan".

Hatiku menjadi tenang, perasaanku menjadi semakin lega. Hidupku tidak lagi hampa. Aku semakin paham. Apa yang tidak aku dapatkan di dalam suasana terang ternyata bisa aku dapatkan di suasana gelap yang miskin cahaya. "Aku semakin tahu. Jika engkau berduka, disitu akan ada cerita. Jika disitu ada suka, disitu pula akan ada cerita".

Dimana-mana ada pelajaran yang sangat mulia. "Terima kasihku untuk Mu, wahai dzat yang maha mulia. Terima kasihku untuk Mu, wahai dzat yang menciptakan mata. Terima kasihku untuk Mu, tuhanku yang memberikan aku rasa. Terimakasih atas kesempatan melihat pemandangan gelap malam di teluk Labuhan Bakti, Teupah Selatan, Semeulue, Nangroe Aceh Darussalam. Terima kasih dan sujudku untuk Tuhan."

***Santan, 10 Maret 2012, 17.58 wita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar